Merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian
dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya
organisasi tersebut secara efektif. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
ini juga sering diartikan sebagai perilaku yang melebihi kewajiban formal
(ekstra role) yang tidak berhubungan dengan kompensasi langsung. Artinya,
seseorang yang memiliki OCB tinggi tidak akan dibayar dalam bentuk uang atau
bonus tertentu, namun OCB lebih kepada perilaku sosial dari masing-masing
individu untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan, seperti membantu rekan di
saat jam istirahat dengan sukarela adalah salah satu contohnya.
Kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk perilaku
extra-role, telah menarik perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi
organisasi, peneliti maupun akademisi. Podsakoff mencatat lebih dari 150 artikel yang
diterbitkan di jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun waktu 1997 hingga 1998. Namun
demikian, penelitian di lapangan masih meninggalkan beberapa permasalahan
krusial yang menuntut penanganan yang lebih intensif dan menyeluruh.
Beberapa
faktor yang mempengaruhi OCB antara lain :
- Budaya dan iklim organisasi
- Kepribadian dan suasana hati
- Persepsi terhadap dukungan organisasional
- Persepsi terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan bawahan
- Masa kerja, dan
- Jenis Kelamin
Sedangkan Spector menambahkan kepuasan terhadap kualitas
kehidupan kerja sebagai penentu utama dari perilaku kewarganegaraan yang baik
dari seorang karyawan (organizational citizenship behavior-OCB).
Spector sendiri menganggap OCB lebih dipengaruhi oleh
kepribadian atau lebih tepatnya kecerdasan emosi. Dibandingkan faktor2
situasional dan kondisi kerja di atas atau dapat dijadikan mediator atau
perantara dari faktor-faktor di atas. Karena berdasarkan pengalaman kerja
beliau selama ini, dapat dilihat bahwa banyak karyawan yang puas dengan kondisi
dan situasi kerja namun tetap tidak memiliki perilaku ekstra seperti ini.
Orang-orang yang memiliki OCB tinggi ini umumnya supel dan ramah, perilaku nya
tidak didorong oleh embel-embel duit, sukarela dan iklas membantu.
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)
Kepuasan kerja merupakan penerimaan positif atas
kondisi dan situasi kerja.. Tidak seperti variabel sebelumnya, kepuasan kerja
lebih menggambarkan sikap daripada perilaku. Dijadikannya kepuasan sebagai
variabell dependen yang utama didasarkan pada berbagai penelitian yang
memeperlihatkan hubungan kepuasan kerja dengan banyak faktor lain oleh peneliti
PO.
Keyakinan bahwa karyawan yang merasa puas lebih
produktif bila dibandingkan dengan karyawan yang tidak puas telah menjadi
prinsip dasar di antara para manager selama bertahun-tahun, meski pun
akhir-kahir ini terdapat keraguan tentang hubungan antara kepuasan – kinerja.
Penelitian yang mendukung berhasil dikumpulkan dari
2.500 unit bisnis yang menemukan bahwa unit yang mendapat nilai di atas 25
persen dalam survey opini karyawan adalah mencapai rata-rata 4,6% di atas
anggaran penjualan mereka untuk tahun tersebut. Sementara mereka yang mendapat
nilai dibawah 25 persen adalah 0,8 di bawah anggaran. Artinya, memang terdapat
perbedaan yang signifikan dilihat dari kinerja berdasarkan kepuasan kerja.
Namun sebuah model yang dikembangkan oleh Lawyer
justru sebaliknya. Dengan mengadopsi teori pengharapan, Lawyer menyusun sebuah
model dengan urutan : Motivasi – Usaha / Kemampuan – Kinerja – Hasil kerja –
Kepuasan. Atau dapat dinyatakan bahwa :
- Pertama, kekuatan motivasi seseorang untuk berkinerja baik secara langsung nampak dari usahanya (seberapa keras ia bekerja). Usaha yang dihasilkan ini bisa saja menghasilkan kinerja yang bagus tepai bisa juga tidak, karena sekurang-kurangnya dua faktor harus benar jika usaha (effort) harus dikonversikan menjadi kinerja. Pertama, orang tersebut harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan agar mampu bekerja dengan baik. Jika kemampuan dan usaha yang tidak tinggi maka tidak akan menghasilkan kinerja yang baik. Faktor kedua adalah persepsi orang tersebut tentang bagaimana usahanya dikonversikan dengan sebaik-baiknya menjadi kinerja. Di asumsikan bahwa persepsi ini dipelajari oleh individu dari pengalaman sebelumnya pada situasi yang sama. Persepsi “bagaimana melakukannya” ini jelas bisa lebar sekali variannya, dan kalau muncul persepsi salah maka kinerja bisa saja rendah meskipun usaha dan motivasi tinggi.
- Kedua, ketika terjadi kinerja, individu memperoleh sejumlah hadil dari kerja. Hasil kerja ekstrinsik yang bisa saja tidak diterima oleh individu
- Ketiga, sebagai akibat dari diperolehnya hasil kerja dan persepsi yenyang nilai rata-rata hasil kerja, individu memiliki respon efektif positif atau negatif (kepuasan atau ketidakpuasan)
- Keempat, model ini menunjukkan peristiwa yang terjadi mempengaruhi perilaku organisasi dengan mengubah persepsi E – P,P – O, dan V. Proses ini digambarkan dalam garis putar umpan balik dan kemudian kembali ke motivasi
Produktivitas
Suatu organisasi dikatakan produktif bila mencapai
tujuan-tujuannya dan melakukannya dengan cara mengubah masukan menjadi hasil
dengan biaya serendah mugkin. Menurut Bernardin dan Russke, produktivitas dapat
diartikan sebagai tingkat perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan
(input). John Suprihanto mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan
hasil-hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan atau
perbandingan jumlah produksi (output) dengan sumber daya yang dipergunakan
(input).
Beberapa
faktor yang mempengaruhi produktivitas antara lain :
1)
Individual.
Faktor
ini datang dari dalam diri si pekerja dan sudah ada sebelum ia mulai
bekerja. Faktor diri tersebut antara lain : karakteristik biografi, kepribadian
dan emosi, nilai-nilai dan sikap, persepsi, motivasi, pembelajaran individual,
dan kemampuan.
2) Kelompok.
Faktor
ini merupakan faktor level kelompok seperti komunikasi, konflik, kekuatan dan
politik, tim kerja, struktur kelompok, kepemimpinan dan kepercayaan, dan
pembuatan keputusan kelompok.
3) Organisasi.
Faktor
ini datang dari luar si pekerja dan hampir sepenuhnya dapat diatur dan diubah
oleh pimpinan perusahaan sehingga disebut juga faktor-faktor manajemen, yang
antara lain : (a) Faktor sosial dan keorganisasian seperti karakteristik
perusahan, pendidikan dan latihan, pengawasan, pengupahan dan lingkungan
sosial. (b) Faktor fisik antara lain mesin, peralatan, material, lingkungan
kerja, metode kerja.
0 komentar:
Posting Komentar